“Pak, data alumni 2018 masih ada kan? Kita butuh untuk akreditasi minggu depan.”
Pak Ridwan, kepala sekolah di sebuah SMK swasta di Jawa Tengah, hanya bisa terdiam. Komputernya penuh file Excel tak teratur. Lemari arsip di ruang tata usaha pun tak menyimpan apa-apa kecuali debu. Wajahnya mulai panik. Ini bukan pertama kali kejadian semacam ini terjadi.
Dan bisa jadi, sekolah Anda juga sedang berada di titik yang sama—hanya belum sadar saja.
Di era transformasi digital seperti sekarang, pengelolaan data siswa bukan sekadar tugas administratif biasa. Ia adalah nadi yang menghidupkan manajemen sekolah digital secara keseluruhan. Tapi sayangnya, masih banyak sekolah yang melakukan kesalahan fundamental yang bisa berdampak serius.
Berikut ini 7 kesalahan fatal yang sering terjadi, yang barangkali sedang diam-diam menghantui sistem sekolah Anda:
Masih banyak sekolah yang menggunakan buku tulis atau file Excel tanpa backup sebagai pencatatan data siswa. Ini rentan hilang, rusak, atau tercecer. Padahal, penggunaan sistem informasi sekolah bisa meminimalkan risiko ini dengan otomatisasi dan backup rutin.
Setiap guru simpan data masing-masing, setiap operator punya versi sendiri. Akibatnya, saat dibutuhkan, data saling bertabrakan dan tidak sinkron. Padahal dengan administrasi sekolah online yang terpusat, semua bisa diakses aman dan real-time.
Ini yang paling sering diabaikan. Data siswa seperti NISN, alamat rumah, atau data orang tua bisa disalahgunakan jika tidak dilindungi dengan baik. Sekolah perlu memikirkan sistem yang punya fitur otorisasi akses dan enkripsi.
Tanpa log perubahan, kita tidak tahu siapa yang mengubah apa, dan kapan. Ini sering menimbulkan konflik saat terjadi kesalahan input data. Software sekolah 4.0 kini bisa menyimpan jejak audit secara otomatis, agar transparansi tetap terjaga.
Data siswa bukan hanya untuk keperluan hari ini. Ia berguna untuk pelaporan BOS, akreditasi, hingga kebutuhan alumni. Data yang tidak terstruktur bisa menyulitkan pengambilan keputusan jangka panjang.
Sekolah sering lupa bahwa data siswa juga berkaitan dengan sistem pembayaran, absensi, dan nilai. Sistem yang tidak saling terhubung akan membuat pekerjaan staf sekolah jadi lebih berat. Di sinilah pentingnya aplikasi sekolah terintegrasi yang bisa menyatukan semuanya.
Seringkali keputusan penggunaan sistem dilakukan tanpa melibatkan orang yang akan mengoperasikannya. Ini membuat proses digitalisasi berjalan setengah hati. Melibatkan seluruh tim sejak awal akan memastikan manajemen sekolah digital berjalan efektif.
Yayasan Citra Bangsa di Sumatera Barat pernah mengalami krisis data saat diminta rekap seluruh lulusan 5 tahun terakhir oleh Dinas Pendidikan. Mereka panik. Hingga akhirnya, mereka beralih ke sistem digital terintegrasi.
Dengan menggunakan solusi seperti SISKO (tanpa harus menyebut merek secara gamblang), mereka kini bisa menarik laporan hanya dalam hitungan detik. Setiap data siswa, dari kehadiran hingga prestasi, terarsip rapi dan bisa diakses dengan izin tertentu.
Mengelola data siswa bukan sekadar tugas operator sekolah. Ini adalah fondasi dari kemajuan institusi pendidikan. Sekolah yang tidak berbenah sekarang, bisa saja tertinggal dari lembaga lain yang lebih siap menghadapi era digital.
Yayasan dan Dinas Pendidikan perlu mulai mempertimbangkan sistem yang ramah pengguna, terintegrasi, dan aman. Karena di masa depan, bukan sekadar kualitas pengajaran yang jadi tolok ukur, tapi juga bagaimana data dikelola sebagai aset berharga.