Pagi itu, Pak Raka duduk sendirian di ruang kepala sekolah. Tumpukan berkas tersusun rapi. Absensi lengkap. Laporan BOS tepat waktu. Semua tampak baik-baik saja. Tapi entah mengapa, hatinya terasa kosong.
“Apakah hanya ini yang bisa saya hasilkan sebagai kepala sekolah?”
Itulah pertanyaan yang menghantamnya keras setelah ia membaca satu artikel sederhana tentang manajemen sekolah digital.
Ia menyadari, dirinya sudah 15 tahun memimpin sekolah ini, tapi tidak banyak yang berubah. Rapi iya. Efisien, belum tentu. Menghasilkan sesuatu yang bisa dibanggakan? Belum.
Pak Raka bukan kepala sekolah malas. Ia disiplin. Tapi disiplin tanpa arah hanya membuat kita sibuk, bukan berkembang.
Kebanyakan kepala sekolah seperti Pak Raka, terbiasa dengan standar administrasi. Mereka lupa bahwa tugas utama seorang pemimpin bukan hanya mengatur, tapi menciptakan nilai tambah. Nilai yang membuat sekolah dilirik, dicintai, dan diperjuangkan oleh masyarakat sekitar.
Apa kuncinya?
Transformasi mindset dan keberanian memakai teknologi sebagai mitra. Saat itulah Pak Raka mulai mengenal sistem informasi sekolah dan aplikasi sekolah terintegrasi.
Awalnya ia ragu. Apa iya teknologi bisa membawa dampak nyata? Tapi setelah beberapa bulan menggunakan administrasi sekolah online, semuanya berubah.
Guru tidak lagi ribet soal absensi.
Orang tua bisa memantau nilai anaknya real-time.
Dan… yang paling mengejutkan: website sekolah mulai dilirik untuk pasang iklan dari UMKM sekitar.
“Lho, ternyata digitalisasi ini bisa jadi aset digital juga toh?” gumamnya. Dari situ ia paham bahwa software sekolah 4.0 bukan sekadar alat bantu, tapi ladang baru yang bisa ditanam.
Kini Pak Raka tidak hanya rapi dalam laporan. Ia mulai menggagas program wirausaha siswa, menjalin kerja sama dengan kampus untuk pelatihan guru, bahkan membuat marketplace kecil dari produk kreatif anak-anak di sekolahnya.
Orang tua tersenyum bangga. Guru lebih hidup. Murid merasa dihargai.
Inilah kepala sekolah yang menghasilkan.
Bukan karena berkasnya lengkap, tapi karena visinya hidup dan menjelma nyata.
Sebagai Gloria Sarasvati Anindya, konsultan pendidikan di divisi Kamadeva Coaching Academy dengan pengalaman 25 tahun, saya melihat ini bukan kasus langka. Tapi pola.
Banyak kepala sekolah mandek karena terjebak rutinitas. Padahal mereka punya potensi luar biasa untuk menghasilkan—asal diberi arah, keberanian, dan sistem.
Ingat: sekolah bukan hanya tempat belajar murid. Tapi juga ruang bagi para pemimpinnya untuk tumbuh dan berdampak.
📌 Apakah Anda puas hanya dengan “rapi dan aman”?
📌 Atau sudah siap melangkah menuju sekolah yang bernilai tambah dan berdampak?
Jika Anda siap, mulailah dengan fondasi digital yang kuat. Mulailah dari sini:
👉 https://kamadeva.com
Karena sekolah gratis pun bisa terjadi, bila kepala sekolahnya tahu cara menghasilkan dari sistem yang cerdas.