“Paling sulit dari menjadi kepala sekolah bukan soal teknisnya. Tapi soal hati.”
Begitu ujar salah satu kepala sekolah yang saya dampingi di pelatihan manajemen digital baru-baru ini. Kalimat sederhana, tapi mengandung makna dalam—apalagi di era penuh tuntutan seperti sekarang.
Di tengah polemik soal anggaran, penyesuaian kurikulum, dan arus digitalisasi, kepala sekolah bukan hanya dituntut melek data. Tapi juga harus bisa menjadi juru rasa—mengolah aspirasi dari dinas, yayasan, guru, orang tua, hingga dunia usaha lokal.
Inilah esensi dari membangun ekosistem sekolah berbasis kolaborasi.
Kasus kunjungan istri Menteri UMKM ke Eropa jadi sorotan. Bukan hanya karena anggarannya, tapi karena minimnya transparansi. Situasi seperti ini tak jarang terjadi di lingkungan sekolah. Orang tua mulai curiga, yayasan mulai bertanya, guru merasa tak dilibatkan, dan kepala sekolah merasa sendirian.
Padahal, kalau sistemnya terbuka dan kolaboratif, banyak masalah bisa dihindari.
Contohnya, dengan sistem informasi sekolah dan aplikasi sekolah terintegrasi, kepala sekolah bisa membuka komunikasi dua arah dengan semua pihak secara efisien. Bahkan laporan keuangan, nilai siswa, absensi guru, hingga agenda kegiatan bisa diakses secara real-time dan akuntabel.
Saya, Gloria Sarasvati Anindya, konsultan pendidikan dari Kamadeva Coaching Academy, sudah mendampingi lebih dari 200 sekolah dalam 25 tahun terakhir. Pola sekolah stagnan selalu sama: kepala sekolah merasa harus memikul semua beban sendirian, padahal kolaborasi adalah kekuatannya.
Kepala sekolah perlu berubah dari hanya sebagai manajer administrasi jadi School CEO—pemimpin strategis yang mampu menyatukan stakeholder.
Dan di era digital, ini bukan lagi mimpi. Dengan manajemen sekolah digital, kepala sekolah bisa punya dashboard khusus yang memetakan peran dan kontribusi stakeholder: siapa bisa bantu apa, siapa butuh apa, dan siapa perlu diajak bicara lebih dalam.
Banyak sekolah berpikir digitalisasi itu beban biaya. Padahal jika dikelola dengan benar, sistem digital adalah aset yang bisa dimonetisasi.
Contohnya?
Jangan salah, administrasi sekolah online bukan hanya soal pengarsipan—tapi alat membangun kepercayaan.
Kalau saat ini sekolah Anda masih berada dalam pola tertutup, hanya mengandalkan satu suara dari ruang kepala sekolah—maka bisa jadi sekolah Anda sedang kehilangan banyak potensi.
Sekarang, mari tanya ke diri sendiri:
Kalau belum, jangan khawatir. Anda bisa mulai dari satu langkah kecil hari ini:
➡️ Coba pelajari dan gunakan Sistem Informasi Sekolah Terpadu dari Sisko Online
➡️ Atau pelajari lebih banyak di kamadeva.com/sekolah-gratis