Dulu, setiap kali Bu Ratna menerima telepon dari sekolah, jantungnya seakan berhenti berdetak. Bukan karena kabar bahagia, tapi karena hampir bisa dipastikan: anaknya, Adi, kembali bikin ulah. Terlambat masuk, bolos, lupa PR, hingga tertangkap main game saat pelajaran. Bu Ratna sudah lelah marah, guru pun kehabisan cara. Ia sempat berpikir, “Mungkin ini memang karakter Adi. Nakal.”
Namun semuanya berubah sejak sekolah Adi mengadopsi SISKO — Sistem Informasi Sekolah berbasis teknologi digital. Sekilas terdengar biasa, tapi dampaknya luar biasa.
Hari itu Bu Ratna menerima email. Isinya akun pribadi untuk mengakses aplikasi sekolah terintegrasi. Dari sana, ia bisa memantau kehadiran, nilai, hingga catatan perilaku Adi. Awalnya ia ragu. “Ah, teknologi begini belum tentu efektif,” pikirnya.
Namun, saat mulai mengakses administrasi sekolah online tiap hari, ia jadi paham akar masalah Adi. Ternyata, Adi sering merasa tertinggal dalam pelajaran matematika. Rasa frustrasi itulah yang memicu kenakalannya.
Melalui fitur komunikasi di dalam software sekolah 4.0, Bu Ratna bisa langsung berdiskusi dengan wali kelas dan guru BK. Mereka menyusun strategi: mulai dari bimbingan belajar daring sampai memberi tanggung jawab kecil di kelas.
Salah satu fitur yang paling Bu Ratna syukuri adalah sistem point reward. Adi kini bisa melihat sendiri dampak dari setiap tindakannya. Telat datang? Poinnya berkurang. Membantu temannya? Poin bertambah. Aplikasi ini menggantikan bentakan guru dengan umpan balik digital yang jelas dan real-time.
Semua tercatat dalam sistem manajemen sekolah digital yang transparan dan bisa diakses dari HP. Perlahan-lahan, Adi mulai berubah. Ia bangga menunjukkan peningkatan nilai dan grafik kedisiplinan yang terus naik kepada ibunya.
Dulu, sekolah dan rumah seakan dua dunia berbeda. Kini, keduanya menyatu berkat teknologi. Para guru tidak lagi harus menghafal masalah tiap anak. Cukup buka sistem, dan semua data anak langsung muncul. Waktu guru jadi lebih efektif untuk membimbing, bukan sekadar menghukum.
Bagi orang tua seperti Bu Ratna, ini seperti mendapat dashboard perkembangan anak secara langsung. Tidak ada lagi cerita “tiba-tiba” saat rapor keluar. Semua berjalan transparan, dan bisa dikawal bersama.
Enam bulan kemudian, Adi dipilih jadi ketua kelompok dalam proyek sains. Ia juga terpilih jadi duta disiplin karena paling konsisten hadir dan aktif. Bu Ratna tidak menyangka perubahan ini begitu cepat.
“Yang saya pikir perlu teriak-teriak, ternyata cukup diajak komunikasi lewat sistem,” ucapnya haru. Baginya, sistem informasi sekolah seperti SISKO bukan hanya alat, tapi jembatan antara harapan dan kenyataan.
Hari ini, banyak sekolah masih mengandalkan cara lama: bentakan, hukuman, bahkan ancaman. Padahal, teknologi bisa menjadi jembatan baru untuk menanamkan disiplin tanpa tekanan. SISKO, melalui manajemen sekolah digital dan administrasi sekolah online, membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari sistem, bukan semata-mata dari manusia.
Kini Bu Ratna percaya, masa depan pendidikan bukan tentang seberapa keras guru bisa membentak. Tapi seberapa cerdas kita bisa menggunakan data untuk memahami dan membimbing anak.