Siapa sangka di balik gemerlap kemewahan Hotel Taj Mahal Palace, tersimpan kisah mencekam yang kini diangkat ke layar lebar dalam film Hotel Mumbai? Bukan sekadar tontonan, film ini mengingatkan kita bahwa sering kali ancaman datang dari sisi yang tak terduga. Bahwa keamanan, keberlanjutan, bahkan reputasi bisa berubah dalam sekejap—bila kita tak memiliki sistem dan jaringan yang kuat.
Lalu apa hubungannya dengan dunia sekolah? Di balik prestasi dan kemewahan gedung sekolah, terkadang ada kecemasan yang tak terlihat: bagaimana memastikan kelangsungan program? Bagaimana membiayai pengembangan sekolah tanpa selalu bergantung pada iuran siswa atau BOS? Saat itulah kita perlu menoleh ke satu aset tersembunyi yang kerap dilupakan—data alumni.
Bayangkan ribuan lulusan yang telah dibentuk sekolah Anda. Mereka kini menjadi pengusaha, guru, pejabat, atau orang biasa yang penuh kenangan indah akan masa sekolahnya. Namun karena tidak ada sistem yang mengelola dan menjalin hubungan dengan mereka, potensi luar biasa ini menguap begitu saja.
Ken Gemberling, pakar pengembangan pendidikan menyampaikan:
“Alumni bukanlah ‘dompet berjalan’ bagi sekolah. Mereka adalah wajah dari apa yang telah kita capai, dan mereka adalah investasi kita untuk masa depan.”
Dalam studi yang dilakukan oleh Universitas Negeri Semarang, ditemukan bahwa sekolah-sekolah yang memiliki database alumni dan strategi komunikasi yang baik, berpeluang lebih tinggi untuk menggalang dana pendidikan berkelanjutan. Karena bukan soal meminta, tapi soal membangun kembali hubungan emosional yang pernah ada.
Di sinilah peran sistem informasi sekolah sangat krusial. Dengan dukungan software administrasi sekolah yang modern, sekolah tak hanya mencatat kelulusan, tapi juga melanjutkan perjalanan relasi dengan lulusan mereka.
Dalam jurnal UPI, dijelaskan bahwa alumni yang merasa terlibat dalam kegiatan sekolah, memiliki kemungkinan lebih besar untuk berkontribusi—baik finansial maupun non-finansial. Kontribusi ini tak selalu dalam bentuk uang. Bisa berupa program mentoring, donasi buku, pembangunan fasilitas, atau bahkan sekadar membantu promosi sekolah.
Sayangnya, banyak sekolah masih terjebak pada pola lama: menghubungi alumni hanya saat butuh dana. Padahal, seperti kata Scott C. Gentry,
“Fondasi dari sebuah program fundraising yang kuat bukanlah sebuah acara atau kampanye, melainkan hubungan yang dibangun dari waktu ke waktu.”
Dengan memanfaatkan manajemen sekolah digital dan aplikasi sekolah terintegrasi, sekolah dapat memetakan potensi alumni sesuai bidang, usia, dan lokasi, lalu merancang program alumni engagement yang terstruktur: dari newsletter digital, live streaming event sekolah, hingga platform komunitas alumni.
Cerita menarik datang dari salah satu SMA di Yogyakarta yang berhasil membangun Alumni Virtual Hall of Fame melalui SIM Sekolah. Mereka bukan hanya mencatat nama dan angkatan, tapi juga prestasi pasca-kelulusan. Hasilnya? Sekolah itu mendapatkan bantuan dari alumni diaspora yang bekerja di Jepang dan Australia, berupa beasiswa dan donasi alat peraga untuk laboratorium.
Hal ini hanya bisa dilakukan jika sekolah sudah memiliki sistem yang kuat—mulai dari aplikasi keuangan sekolah yang transparan, aplikasi pembayaran sekolah yang mudah digunakan, hingga administrasi sekolah online yang membuat semua proses terdokumentasi dan terpercaya.
Digitalisasi sekolah bukan hanya tentang mengurangi kertas atau menyusun laporan keuangan. Tapi juga soal membangun kembali ekosistem yang menghidupkan memori, membuka kolaborasi, dan memudahkan alumni untuk memberi kembali.
Sebagai pionir dalam digitalisasi sekolah, Kamadeva menyediakan berbagai solusi seperti software sekolah 4.0, kelola sekolah, hingga aplikasi perpustakaan sekolah yang memudahkan integrasi data antar unit kerja dan stakeholder.
Bagi sekolah yang ingin mulai tapi belum memiliki dana besar, Kamadeva bahkan menyediakan solusi sekolah gratis, sebagai bentuk kontribusi untuk pendidikan Indonesia yang merdeka dan mandiri.
Kesimpulannya?
Data alumni bukan sekadar daftar nama. Ia adalah warisan. Ia adalah energi yang tak tergali. Dan dengan teknologi yang tepat, sekolah tak hanya menjaga hubungan masa lalu—tapi juga membuka jalan emas untuk masa depan.