Bayangkan dua sekolah berdiri berdampingan. Yang satu masih mencatat nilai dengan pulpen dan kertas, yang lain sudah menggunakan dashboard digital yang bisa dipantau orang tua secara real-time. Keduanya mengajar kurikulum yang sama. Tapi satu tampak tertinggal, yang lain melesat maju. Pertanyaannya: mana yang siap menghadapi masa depan?
Di era pasca putusan MK soal sekolah gratis, tekanan terhadap sekolah untuk bisa berjalan efisien dan transparan semakin tinggi. Maka, perbedaan antara sekolah tradisional dan sekolah digital bukan sekadar soal gaya. Ini soal siapa yang bertahan, dan siapa yang ditinggalkan.
Sekolah digital bukan berarti meninggalkan nilai-nilai klasik. Justru sebaliknya, ia menyerap teknologi untuk memperkuat esensi pendidikan: membentuk manusia seutuhnya. Dengan bantuan sistem informasi sekolah, sekolah digital mampu:
Sementara itu, sekolah tradisional seringkali terjebak pada pola lama yang tidak efisien, boros waktu, dan rawan konflik administratif.
Namun bukan berarti sekolah tradisional harus menyerah. Justru di sinilah peluangnya: berkolaborasi untuk berubah. Kolaborasi dengan penyedia layanan edukasi berbasis teknologi seperti Kamadeva memungkinkan sekolah tradisional melakukan transisi yang elegan, tanpa mengorbankan identitasnya.
Melalui manajemen sekolah digital dan aplikasi sekolah terintegrasi, sekolah bisa menyusun roadmap digitalisasi secara bertahap. Mulai dari administrasi sekolah online, hingga implementasi software sekolah 4.0 yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Berdasarkan pengalaman saya mendampingi banyak sekolah selama 25 tahun, berikut beberapa strategi yang terbukti efektif:
Masa depan pendidikan tidak akan menunggu sekolah yang terlalu lama berpikir. Digitalisasi bukan hanya tentang aplikasi atau dashboard, tapi tentang keberanian membangun sistem yang lebih akuntabel, kolaboratif, dan manusiawi.
Sekolah yang mampu beradaptasi, membangun jejaring, dan menyambut teknologi dengan strategi akan lebih siap menjemput perubahan. Yang lain? Bisa jadi hanya menjadi catatan kaki dalam sejarah pendidikan kita.
Karena pada akhirnya, bukan siapa yang paling besar yang bertahan, tapi siapa yang paling cepat menyesuaikan diri