Yogyakarta – Banyak sekolah hari ini sudah patuh pada regulasi. Tapi anehnya, tak banyak yang benar-benar unggul. Mengapa bisa begitu? Karena sekadar taat aturan tanpa membangun budaya adaptif hanya akan menjadikan sekolah berjalan di tempat, kaku, dan rentan terhadap perubahan.
Regulasi itu penting, tentu. Tapi jika ingin mencetak prestasi dan relevansi, sekolah perlu lebih dari sekadar mengikuti peraturan. Mereka harus berani membentuk budaya yang hidup—yang adaptif, inovatif, dan terbuka terhadap perubahan zaman.
Apalagi di era sekolah gratis seperti sekarang, ketika batas antara kewajiban dan kreativitas makin menipis. Sekolah tidak bisa hanya bertumpu pada instruksi vertikal dari atas. Mereka butuh inisiatif dari dalam.
Sekolah bukan sekadar institusi birokratik. Ia adalah organisme sosial yang bernapas. Dan napas itu bernama budaya. Budaya kerja yang adaptif akan melahirkan cara berpikir baru, bukan hanya cara kerja baru.
Ketika kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan hanya berfokus pada “apa kata regulasi”, maka ruang inovasi tertutup. Tapi jika ada dorongan untuk terus mengembangkan budaya reflektif dan kreatif, sekolah bisa menemukan jalannya sendiri di tengah dinamika yang berubah cepat.
Banyak sekolah sudah memakai sistem digital, tapi tidak semua mampu menjadikannya sebagai pendukung budaya baru. Di sinilah pentingnya mengadopsi sistem informasi sekolah yang tak hanya mengatur data, tapi juga mengubah cara orang berpikir dan bekerja.
Melalui manajemen sekolah digital, proses pengambilan keputusan menjadi lebih terbuka. Guru bisa melihat arah kebijakan secara real-time, dan tidak lagi sekadar menunggu instruksi. Dengan aplikasi sekolah terintegrasi, kolaborasi antar bagian sekolah pun lebih hidup dan dinamis.
Tak perlu menunggu regulasi berubah untuk mulai berubah. Justru sekolah unggul adalah mereka yang lebih dulu mengembangkan pola kerja baru, lalu menjadikannya praktik yang bisa ditiru.
Gunakan administrasi sekolah online untuk membangun transparansi dan efisiensi. Implementasikan software sekolah 4.0 bukan hanya agar terlihat modern, tapi agar semua unsur sekolah mampu beradaptasi dengan tantangan zaman.
Karena yang membuat perubahan bertahan bukan teknologi itu sendiri, melainkan kebiasaan baru yang ditanamkan lewat teknologi itu.
Ada banyak sekolah yang begitu takut melanggar aturan, sampai-sampai mereka lupa bagaimana cara berinovasi. Mereka menunggu kepastian dari atas, padahal murid di bawah sudah bergerak jauh lebih cepat.
Ingat, perubahan besar tidak terjadi karena instruksi. Ia lahir dari kesadaran kolektif, dari keberanian kecil untuk mencoba hal baru, dari kesiapan untuk melihat kegagalan sebagai proses belajar.
Sekolah yang ingin tumbuh tidak bisa terus bermain aman. Mereka perlu membuat budaya yang mendorong eksplorasi. Budaya yang menumbuhkan ketajaman berpikir. Budaya yang menantang zona nyaman.
Regulasi akan selalu berubah. Tapi budaya adaptif akan bertahan bahkan saat peraturan tak lagi relevan. Jika ingin masa depan pendidikan yang kokoh, maka mulailah bukan hanya dari aturan—tapi dari budaya kerja yang hidup dan menyala.
Karena sejatinya, kemajuan hanya berpihak pada yang berani berubah.