Pernah nggak, merasa frustrasi saat harus menjalankan program sekolah padahal anggaran sudah mepet di awal semester?
Saya pernah. Bahkan berkali-kali.
Tapi justru dari sanalah saya belajar bahwa keterbatasan bukan akhir cerita. Sebaliknya, itu awal dari inovasi. Kepala sekolah hari ini harus lebih dari sekadar manajer. Kita harus menjadi School CEOāpemimpin yang bisa membaca peluang, mengelola sumber daya secara kreatif, dan tetap menjaga idealisme pendidikan.
Kita mungkin tak bisa mencetak uang, tapi kita bisa mencetak ide.
Waktu itu, kami punya ide untuk membuka kantin sehat yang dikelola OSIS. Modal awalnya? Kolaborasi dengan alumni dan pinjaman etalase dari CSR lokal. Kami belajar membuat proposal, presentasi, dan bahkan menyusun laporan keuangan mini yang bisa dipertanggungjawabkan. Di sinilah saya menyadari, resource innovation bukan tentang punya banyak, tapi bisa membuat sesuatu dari yang sedikit.
Dalam jurnal The Role of Transformational Leadership in Fostering Digital Transformation and Organizational Learning in Schools, disebutkan bahwa pemimpin transformasional mendorong budaya inovasi dan pembelajaran berkelanjutan. Nah, School CEO persis seperti itu. Ia bukan hanya mengatur, tapi menginspirasi.
Kunci dari semua ini? Sistem yang mendukung. Saya nggak akan mungkin bisa jalankan program ini kalau laporan dana masih di Excel seadanya, komunikasi acak di grup WhatsApp, atau dokumentasi hanya di folder PC guru TU. Kami kemudian memakai sistem informasi sekolah dan manajemen sekolah digital, dan perubahan pun terasa: semua terstruktur, transparan, dan profesional.
Data kegiatan bisa langsung diakses, laporan dana bisa dilihat kapan saja, dan yang paling penting: wali murid merasa percaya. Karena keterbukaan itu menular. Sekolah makin dipercaya, dan kepercayaan adalah mata uang paling berharga di dunia pendidikan.
Satu lagi hal yang saya pelajari: jangan remehkan kekuatan alumni.
Kami mengundang beberapa dari mereka dalam program mentor siswa. Ternyata, bukan hanya pengalaman mereka yang bergunaātapi juga relasi, semangat, dan bahkan kontribusi dana mereka yang datang tanpa diminta.
Dengan dukungan aplikasi sekolah terintegrasi dan administrasi sekolah online, semua komunikasi terarsip, data alumni rapi, dan program bisa dijalankan dengan lebih tertib.
Seperti dikatakan oleh Dr. Linda Darling-Hammond, Presiden LPI Stanford:
āInnovation in education requires leaders who are not only courageous, but deeply connected to their communities.ā
School CEO yang berhasil adalah mereka yang tidak hanya duduk di belakang meja, tapi turun tangan mencari solusi, menjalin relasi, dan menggali potensi dari sekitarnya.
Dan kabar baiknya, semua langkah ini bisa dimulai tanpa biaya besar. Platform seperti www.kamadeva.com/sekolah-gratis menyediakan solusi digitalisasi sekolah tanpa tekanan dana. Justru melalui infrastruktur digital inilah, kita bisa membangun sistem yang profesionalāsekaligus membuka pintu kolaborasi lebih luas.
Jadi, jangan tunggu dana datang. Jadilah kepala sekolah yang membuat peluang hadir. Karena di era ini, inovasi adalah mata pelajaran wajib bagi pemimpin pendidikan.