Kebijakan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pembebasan biaya pendidikan dari jenjang SD hingga SMP merupakan lompatan besar dalam misi keadilan akses pendidikan. Namun di balik niat luhur itu, ada tanggung jawab baru yang tidak ringan di pundak kepala sekolah.
Kini, kepala sekolah tak lagi cukup mengandalkan dana BOS dan struktur bantuan pemerintah yang terbatas. Mereka harus bertransformasi menjadi pemimpin strategis yang visioner dan adaptif.
Aspek | Era Lama (Pra-MK) | Era Baru (Pasca-MK / Sekolah Gratis) |
---|---|---|
Peran Inti | Administrator & supervisor pembelajaran | Visioner strategis & pemimpin keberlanjutan |
Sumber Dana | BOS + Iuran SPP + Komite | BOS + kreativitas pendanaan alternatif |
Fokus Utama | Menjalankan sistem sesuai SOP | Merancang sistem agar sekolah tetap hidup dan berdampak |
Pengelolaan SDM | Distribusi tugas guru & staf | Membangun kultur kolaboratif, relawan, dan kemitraan luar |
Kepemimpinan | Operasional & birokratis | Inovatif, kolaboratif, dan entrepreneurship sosial |
Pelibatan Stakeholder | Hanya formalitas (rapat komite) | Narasi gerakan: menarik mitra, publik, dan donatur |
Digitalisasi | Sekadar adaptasi teknis | Transformasi ke manajemen sekolah digital dan administrasi sekolah online |
Identitas Diri | Kepala Sekolah | School CEO: pemimpin institusi pembelajaran |
Karena tantangan hari ini tidak lagi bisa dijawab dengan cara berpikir lama. Di era ini, kepala sekolah dituntut untuk:
“Sekolah bisa gratis bagi siswa, tapi tidak bisa gratis untuk hidup.”
Maka, tugas kepala sekolah adalah menciptakan keberlanjutan tanpa kehilangan misi pendidikan.
Era baru ini bukan sekadar menuntut kepala sekolah lebih kreatif.
Era ini mengundang mereka untuk naik level—menjadi pemimpin yang utuh, yang tak hanya menjaga mimpi anak-anak Indonesia, tapi juga memastikan mimpi itu tetap hidup di tengah realita.
Inilah saatnya kepala sekolah mengenakan identitas baru:
School CEO.
Dan itu dimulai dari mindshift.