“Sekolah kami tidak punya dana,” adalah kalimat yang terlalu sering terdengar, bahkan jadi semacam mantra pesimis di tengah tantangan zaman. Tapi pertanyaannya, apakah benar solusinya selalu tentang menunggu bantuan pemerintah atau donatur? Atau justru saatnya kepala sekolah menjadi resource innovator—pemimpin yang mampu menciptakan sumber daya, bukan hanya mengelola kekurangan?
Dalam era digital dan ketidakpastian ekonomi, kepala sekolah tidak cukup hanya menjadi manajer birokratis. Ia harus menjelma menjadi School CEO yang berpikir dan bertindak layaknya wirausahawan sosial. Ia bukan hanya menjaga agar sekolah tetap berjalan, tapi memastikan ia bertumbuh, mandiri, dan berdampak luas. Inilah esensi Resource Innovation dalam kepemimpinan transformasional yang diangkat dalam jurnal The Role of Transformational Leadership in Fostering Digital Transformation and Organizational Learning in Schools.
Jurnal tersebut menekankan bahwa pemimpin sekolah yang efektif harus memiliki keberanian mengambil inisiatif, melihat potensi yang tidak terlihat, dan membangun sistem pendanaan kreatif. Kepemimpinan transformasional mendorong kepala sekolah untuk menciptakan model bisnis sosial dalam lingkungan pendidikan—entah itu membangun unit usaha sekolah, mengelola koperasi siswa, atau menjalin kerja sama CSR dengan dunia usaha.
Alih-alih hanya menunggu dana BOS, School CEO bisa menggali dana dari kolaborasi lintas sektor, seperti alumni yang sudah sukses, BUMN yang punya program sosial, hingga pemerintah daerah yang mendukung inovasi pendidikan. Semua ini membutuhkan keahlian stakeholder collaboration dan visi besar yang melampaui sekat ruang guru.
Di banyak sekolah swasta unggulan, unit usaha bukan hal baru. Tapi bagaimana dengan sekolah negeri atau sekolah di daerah terpencil? Justru di sanalah semangat inovasi diuji. Misalnya, membuka kantin sehat yang dikelola siswa, menjual produk karya siswa dalam bentuk digital (ebook, desain grafis, merchandise), hingga menyewakan fasilitas sekolah saat libur. Semua bisa menjadi sumber dana yang sah, asal dikelola dengan transparan.
Untuk itu, digitalisasi jadi bagian penting dari strategi ini. Pemanfaatan sistem informasi sekolah, manajemen sekolah digital, hingga aplikasi sekolah terintegrasi sangat penting dalam memastikan semua proses berjalan efisien dan akuntabel.
Mengelola sumber daya bukan hanya soal uang, tapi juga soal kepercayaan. Dan kepercayaan hanya tumbuh jika ada sistem yang transparan. Maka setiap School CEO wajib mengadopsi administrasi sekolah online dan software sekolah 4.0 yang memungkinkan pelaporan keuangan, pencatatan inventaris, dan kinerja guru/siswa bisa diakses real-time.
Semakin kuat data yang dimiliki sekolah, semakin besar peluang mendapatkan dukungan dari mitra eksternal. Karena mitra tidak akan mendukung sekolah yang tidak siap berubah.
Lebih jauh lagi, School CEO harus menciptakan budaya organizational learning. Di mana semua guru dan staf terus belajar, bereksperimen, dan membagikan hasil pembelajarannya. Feedback loop ini yang akan melahirkan inovasi berkelanjutan. Dan semua itu bisa dimulai dengan membangun sistem kolaborasi digital yang sederhana namun kuat.
Agar tak ada sekolah yang tertinggal, platform seperti www.kamadeva.com/sekolah-gratis menjadi jembatan yang menghubungkan visi besar School CEO dengan kebutuhan nyata lapangan.