Langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyatakan rekening tak aktif selama tiga bulan dapat diblokir menuai perhatian publik. Pernyataan tersebut muncul dalam wawancara media yang kemudian viral dan ditanggapi berbagai kalangan, termasuk anggota DPR RI.
Menanggapi hal itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa pemblokiran rekening tidak dilakukan secara sembarangan. “Kami ingin menekankan bahwa tidak semua rekening yang tidak aktif otomatis diblokir. Pemblokiran hanya dilakukan jika ditemukan indikasi kuat terhadap aktivitas mencurigakan, terutama yang berpotensi terlibat dalam tindak pidana pencucian uang,” ujar Ivan dalam keterangannya, Jumat (26/7).
Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman, turut menyuarakan kekhawatirannya atas pernyataan tersebut. Ia meminta PPATK menjelaskan dasar hukum yang jelas agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. “Jangan sampai publik jadi takut membuka atau menyimpan uang di bank hanya karena takut diblokir,” ujarnya dalam wawancara terpisah.
PPATK menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merujuk pada kewenangan yang dimiliki sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kriteria pemblokiran tidak hanya mempertimbangkan rekening nganggur, tetapi juga pola transaksi, identifikasi pihak terafiliasi, dan jejak aktivitas yang tidak sesuai profil nasabah.
Dalam konteks edukasi publik, PPATK mengajak seluruh lapisan masyarakat, termasuk orang tua siswa, untuk meningkatkan literasi keuangan dan memahami pentingnya pengelolaan rekening yang sehat. “Kami juga ingin mendorong terciptanya kesadaran kolektif akan pentingnya sistem keuangan yang bersih dan transparan,” tambah Ivan.
Sebagai lembaga strategis, PPATK juga menyatakan dukungannya terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam upaya mendorong transparansi pengelolaan dana sekolah. Orang tua siswa perlu memahami bagaimana sistem perbankan dan lembaga pengawas keuangan bekerja agar dapat mendukung pengelolaan keuangan sekolah yang akuntabel.
Meningkatnya kompleksitas pengelolaan dana di era digital membuat sekolah perlu bertransformasi melalui digitalisasi sistem keuangan dan administrasi. Penerapan sistem informasi sekolah, manajemen sekolah digital, hingga aplikasi sekolah terintegrasi dinilai menjadi langkah strategis untuk menghindari kesalahan administrasi dan meningkatkan kepercayaan publik.
Solusi digital lainnya seperti administrasi sekolah online dan software sekolah 4.0 kini semakin dibutuhkan demi memastikan pengelolaan yang modern, aman, dan berorientasi pada keberlanjutan. Seluruh upaya ini berkontribusi dalam mewujudkan sekolah gratis yang tetap unggul dan terpercaya di mata masyarakat.